gunung salak
Gunung Salak

Pengalaman naik gunung pertama kali tuh pada tahun 2016, tepatnya pada bulan juni. Pada waktu itu saya pulang kampung ke Sukabumi untuk berlebaran bersama keluarga disana. Singkat cerita, mumpung sedang berada di daerah Jawa Barat aku pengen banget naik gunung. Coba-coba searching gunung terdekat, Gunung Gede-pangrango lah yang muncul. Aku pun nyari temen yang bisa nganter kesana, coba deh main ke Universitas Djuanda Bogor dan kebetulan disana ada mapalanya.
Pagi itu masih cerah di bulan puasa yang mulai memasuki akhir, aku sama saudara bernama Rengga naik bis jurusan Bogor. Saya termasuk kurang pengalaman perihal jalan di daerah Bogor, jadi aku ajak Rengga. Kampus Universitas Djuanda terletak di Ciawi, Pokoknya gak jauh dari Tugu Macan. Setiba di Kampus Univ Djuanda, saya langsung tanya-tanya ke warga setempat dimana sekretariat mapala.

sekretariat mapala djuanda
Sekretariat Mapala Djuanda Bogor

Aku dan Rengga disambut dengan ramah oleh anggota MD singkatan dari Mapala Djuanda. Anggota yang pertama saya kenal disana adalah Aep dan Rais, kebetulan mereka masih anggota muda. Singkat cerita, saya nanya ke Aep bisa gak nganterin naik ke Gede. Fyi kalo naik Gunung Gede itu gak bisa mendadak, karena harus booking online sebulan sebelum pendakian. Udah tau gitu, sempet ngomong dalem hati "yah gagal dah naik gunung". Terus ngobrol ngalor-ngidul, tiba-tiba Aep bilang "kalo mau ke Salak, gua anterin lu". Kayanya Gunung Salak boleh juga tuh. Dan akhirnya aku memutuskan untuk nanjak ke Gunung Salak pada tanggal 29 Juni 2016 kalo gak salah.
Aku nginap di Sekretariat Mapala Djuanda biar bisa ikut sahur bareng. Jadi yang berangkat itu 4 orang yaitu: aku, Rengga, Aep dan Dika. Keesokan harinya, aku bangun pagi dan langsung ke Pasar Ciawi untuk membeli konsumsi pendakian. Sudah beres packing dan persiapan, sore itu kami berangkat ke Cicurug yaitu kaki Gunung Salak. Fyi Gunung Salak termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Kami melakukan pendakian via Cimalati, sedangkan jalur pendakian paling populer adalah via Cidahu. Setibanya di Cimalati, Cicurug kami rehat sejenak sambil bercengkrama dengan warga lokal. Titik start kami memulai pendakian memiliki ketinggian 800 MDPL.

Baru saja memulai pendakian, kami langsung disambut oleh hujan lebat. Target kami hari ini adalah ke Pos III untuk ngecamp, karena disana adalah sumber air terakhir di jalur pendakian. Karena diguyur hujan lebat selama pendakian, alhasil jalur pun menjadi licin. Kami pun tiba di Pos III menjelang magrib, baru nyampe langsung mendirikan tenda dan masak untuk bersantap dimalam hari. Ba'da magrib tenda sudah berdiri dan makanan pun sudah siap. Setelah kenyang menyantap masakan ala kadarnya, kami rehat sembari ngopi dan ngobrol sesuka hati.

Malam itu mencekam, hanya terdengar suara burung hantu menyanyi. Jam 8 malam kami masuk kedalam tenda dan menarik sleeping bag karena hari sudah mulai dingin menusuk. Belum lama memejamkan mata, aku mendengar suara seperti buah kelapa yang jatuh ke tanah. "Perasaan disini gak ada pohon kelapa, kok bisa ada suara buah kelapa jatuh", gumamku. Tidak lama kemudian suara itu kembali terdengar, alhasil bulu kuduku berdiri. Akupun berpikir mendingan tidur biar gak denger lagi suara-suara itu.

Pagi pun tiba, jam 8 pagi kami sudah bangun dan bersiap-siap untuk melanjutkan pendakian menuju puncak. Aku gak berani mandi karena airnya dingin banget, hanya sebatas mencuci muka biar gak kusam banget. Waktu menunjukan pukul 09.00 WIB, kami langsung mulai ngetrek ke puncak, baru jalan setengah jam sampailah di pos bayangan antara Pos III dan Pos IV, dan kami membongkar isi carrier untuk di tinggal di Pos bayangan dan Dika yang bertugas stand by disini. Kami hanya membawa 1 carrier dan 1 daypack untuk summit attack isinya hanya peralatan masak dan konsumsi secukupnya untuk di puncak. Sebelum berangkat Dika berpesan "kalo ke puncak lu pasti nemuin Pos VI tapi kalo lu turun jangan kaget kalo lu gak nemuin lagi Pos VI". Kami bertiga pun melanjutkan pendakian, selama pendakian cuaca di jalur trek cenderung berubah secara drastis, tiba-tiba cerah, tiba-tiba mendung, tiba-tiba kabut, tiba-tiba hujan, tiba-tiba cerah lagi. Sebelum puncak pos yang dilalui adalah Pos IV, Pos V, dan Pos VI. Jam Setengah 12 kami bertiga sampai di Puncak Gunung Salak, orang-orangnya sih bilangnya Puncak Manik Salak 1. Fyi Gunung Salak memiliki 7 Puncak, yaitu : Salak 1 sampai Salak 7. Dan Puncak Salak 1 adalah puncak yang paling tinggi dengan ketinggian 2211 MDPL. Ketika nyampe di puncak saya dikagetkan karena adanya makam tanpa jasad KH Raden Raja Kusuma yang sering dikenal dengan nama Mbah Salak dan ada bangunan semacam gubuk peristirahatan tepat dibangun berada disampingnya. Tidak banyak warga tahu asal usul mengenai kuburan ini. Dari puncak manik pun terlihat bekas longsoran dari jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak 2011 Silam.

puncak gunung salak
Puncak Manik Salak 1

Ketika kami berada di Puncak Manik, cuaca sangat cerah. Sangat cocok sekali cuacanya untuk menikmati secangkir kopi dan sepotong roti. Setengah jam kami berada di puncak, tiba-tiba cuaca berubah menjadi berkabut. Kami pun memutuskan untuk segera turun. Sebelum turun aku menyuruh Aep untuk mendokumentasikan ketika aku sedang ngetrek. Setelah berjalan cukup lama, eh tiba-tiba nyampe di Pos IV aja, sontak ini membuat aku kaget bertanya-tanya "mana Pos VI dan Pos V, kok gak ada tadi", ucapku dalam hati. Oh mungkin ini maksud yang dibilang Dika tadi. Tak berselang lama kami ngetrek kami tiba di Pos bayangan, disitu nampak ada Dika yang sedang berbaring.
"Eh, udah pada dateng, istirahat dulu gih", ucap Dika. Sembari nge-rest aku ngecek dokumentasi di handphone. "Ep, kok gak ada foto-fotoku di jalur trek tadi?", tanyaku sambil melirik Aep. "Udah gua fotoin kok tadi cing, dan gua cek tadi ada kok foto-fotonya", jawabnya. Yang tersisa hanya dokumentasi saat di puncak saja. "lu gak usah heran foto-foto lu ilang, mungkin lu gak dikasih ijin foto-foto dijalur trek", imbuh Dika sambil menenangkanku. Dika pun bercerita ketika ia ditinggalin sendirian di Pos Bayangan. "Tadi pas lu ke atas, ada anak babi hutan kesini, syukur gak ganggu, makanya gua parno mau tidur", ucap Dika. Sudah puas rehat, kami pun langsung turun ke Cimalati. Diperjalanan turun, kami pun diguyur hujan lebat kembali. Pokoknya hujannya gak berhenti sampe kami pun nyampe di Cimalati. Dari Cimalati kami naik ojeg ke Cicurug. Sesampainya disana, kami makan nasi goreng dipinggir jalan. Setelah kenyang menyantap nasi goreng aku dan Rengga pulang ke Cibadak sedangkan Aep dan Dika pulang ke Ciawi.

Dan karena pendakian ini yang membuat aku menganggap Mapala Djuanda adalah bagian dari keluargaku, karena kerendahan hati dan keikhlasan mereka. Dan Sekretariat Mapala Djuanda adalah rumah bagiku ketika aku berada di Bogor. Suatu saat aku akan kembali kesini dan siap membuat cerita-cerita baru. Kata-kata terakhirku sebelum berpisah dengan Aep dan Dika adalah "Taun depan gua pengen nanjak bareng elu-elu pada ke Gede".

Dan benar saja ditahun 2017 akupun mendaki Gunung Gede-Pangrango dengan Aep. Fyi Aku dan Aep baru kenal beberapa hari sebelum pendakian ke Gunung Salak. Karena pendakian ini aku semakin akrab dengan Aep bahkan sampai sekarang.

puncak pangrango
Alun alun suryakencana



Sahabat sejati itu tulus membantu tanpa diminta, bahkan terkadang peka saat diri kita perlu bantuan.